Senin, 10 November 2014


Analisis Keadaan Politik Dengan Ilmu Sosial Dasar
Tanggapan saya tentang pemilih umum sampai terbentuk nya kabinet, menurut saya pemilihan umum belum sampai titik sempurna karna terlalu banyak nya kecurangan – kecurangan antara kubu yang satu dengan yang satunya soalnya masing kubu ingin menang dan tidak jurdir, kandidat kemarin adalah Jokowi-jk dan Prabowo-Hatta dan pada bulan Agustus di umumkanlah siapa pemenang pemilu yaitu Jokowi-jk tetapi setelah pengumuman masyarakat banyak berkomentar negative tentang terpilih nya Jokowi-Jk, dari kubu Prabowo mengajukan permohonan PHPU ke MK tetapi pada akhir nya di tolak semua permohonan oleh MK.

Bapak Jokowi karir nya sangat melesat yang kita ketahui sampai terpilih nya presiden, setelah sempat ditunda, Presiden Jokowi Widodo akhirnya mengumumkan siapa saja yang terpilih menjadi pembantunya. Ada sejumlah wajah lama yang mengisi pos kementerian. Ada juga wajah baru yang sebelumnya diprediksi kuat menduduki posisi menteri.

Komposisi Kabinet Kerja yang baru diumumkan pada Minggu sore (26/10/2014) menarik untuk dianalisis. Bagaimanapun, komposisi kabinet merupakan jawaban atas sekian banyak harapan yang diamanahkan rakyat pemilih kepada Jokowi-JK. Hak prerogatif yang melekat pada Presiden Joko Widodo menempatkan dirinya sebagai sosok sentral dan strategis dalam menentukan nama-nama yang kelak diajaknya “bekerja” dalam kabinet.

Terhitung ada delapan menteri perempuan yang dipercaya Jokowi dan JK sebagai pembantunya. Para perempuan ini datang dari berbagai latar belakang. Mulai dari politisi, akademisi, birokrat karir, hingga praktisi atau pelaku bisnis. Sisi menarik dari menteri perempuan dalam Kabinet Kerja ini adalah ditunjuknya Yohana Yambise selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Yohana menjadi perempuan pertama dari Papua yang diberi kepercayaan duduk di kursi menteri. Adapun Susi menjadi menteri yang hanya berijazah SMP.

Keputusan Presiden Jokowi menunjuk Susi merupakan terobosan tersendiri. Jejak akademik sepertinya dikecualikan saat Jokowi melakukan fit and proper test. Di sini, selaku presiden, Jokowi lebih melihat rekam jejak Susi sebagai pengusaha bidang perikanan dan penerbangan. Susi memang dikenal sukses dengan bisnis ikannya yang dilabeli Susi Brand. Kepak bisnisnya juga diakui lewat Susi Air. Raihan ijazah akademik rupanya tak membatasi ruang gerak Susi untuk bisa mandiri secara ekonomi.

Unsur keterwakilan

Kabinet Kerja Jokowi dan JK kali ini berasal dari enam unsur, yaitu: politisi, praktisi, akademisi, birokrat karir, teknokrat, serta purnawirawan.
Sebanyak 38% pos menteri diisi oleh para politisi. Jumlah ini tergolong moderat. Porsi para menteri yang datang dari luar politisi lebih dominan. Persentasenya mencapai 62%. Dengan komposisi ini Presiden Jokowi ingin menunjukkan kepada publik bahwa dirinya tak sekadar bagi-bagi kursi menteri kepada Parpol yang mendukungnya. Meski tetap harus diakui skema pembagian kursi toh harus ada. Mengingat tak ada makan siang yang gratis di ranah politik.



Parpol pendukung jelas mendapat jatah kursi. Parpol debutan baru Hanura dan Nasdem masing-masing sukses menempatkan dua politisinya. Sementara PDIP dan PKB masing-masing mengisi empat pos kementerian. Bagi PKB, jatah kursi menteri kali ini tergolong banyak.

Di atas kertas PKB hanya mendapat empat kursi menteri. Namun dari hasil penelusuran, ada enam kader NU yang duduk di kabinet. Empat menteri dari PKB jelas merupakan kader NU. Adapun dua kader NU lainnya adalah Lukman Hakim Saifuddin selaku Menag dan M. Nasir yang dipercaya sebagai Menristek dan Pendidikan Tinggi.

Dugaan publik untuk menjadi Puan Maharani sebagai menteri rupanya terbukti. Putri Megawati yang meraup suara terbanyak di Dapil V Jateng ini mendapat jatah sebagai Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Jabatan Menko ini merupakan jabatan menteri senior. Di usianya yang tergolong muda, politisi PDIP ini seolah ditantang bekerja dan berlari bersama Jokowi. Penunjukan Puan sebagai menteri merupakan langkah politis untuk menunjukkan kiprahnya yang berdampak pada popularitasnya kelak. Bila selama ini Puan banyak berada di parlemen, kini Puan berkesempatan menjajal diri di ranah eksekutif. Muncul tanya, mengapa harus Puan? Tentu para elit PDIP punya serangkaian alasan penting atas penunjukannya.

Hal mencolok lain dari Kabinet Kerja ini adalah jumlah unsur militer yang tergolong sedikit. Hanya ada dua menteri yang berstatus purnawirawan. Yakni, Ryamizard Ryacudu selaku Menhan serta Tedjo Edy Purdjianto yang dipilih sebagai Menko Polhukam. Jabatan Menhan yang di masa SBY dipegang oleh sosok sipil kini dikembalikan kepada sosok yang berlatar belakang militer. Sementara, posisi Menko Polhukam tetap mengandalkan purnwirawan jenderal.

Wajah lama

Dari ke-34 nama yang dipilih, Presiden Jokowi hanya menyisakan satu menteri di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dialah Lukman Hakim Saifuddin. Sesuai perkiraan, Lukman tetap ditugaskan menggawangi Kementerian Agama atau Kemenag. Pilihan terhadap Lukman sekaligus menepis isu yang sempat beredar pada masa kampanye. Isu itu menyebut, kelak Menag berasal dari golongan Syiah jika PDI Perjuangan yang mengendalikan pemerintahan. Terbukti, isu itu sebatas perkiraan yang tak berujung bukti pada saat susunan Kabinet Kerja diumumkan.

Selain menyodorkan wajah baru, hadir pula wajah lama dalam Kabinet Jokowi-JK. Ada tiga nama lama yang dulu pernah mengisi kabinet di era sebelumnya. Mereka ialah: Khofifah Indar Parawansa, Rini M. Soemarno, dan Sofyan Djalil. Nama pertama pernah dipercaya menjadi menteri di era pemerintahan Abdurrahman Wahid-Megawati Soekarno Putri (1999-2001) sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Adapun Rini sempat menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) di era pemerintahan Megawati-Hamzah Haz (2001-2004).

Semoga 5 tahun kedepan kami berharap dengan kepemimpinan nya Bapak Jokoki-Jk lebih baik dari sebelum nya, menegakan kedadilan dan memberantas korupsi – korupsi di Indonesi, memperbaiki ekonomi di Indonesia.

kalau di kaitkan dengan Ilmu sosial dasar dengan keadaan politik yang terjadi dari pemilu sampai terpilih nya kabinet kabinet adalah banyak nya gejala sosial yaitu banyak masyarakat yang menolak Jokowi terpilih menjadi presiden dan Jk sebagai capres, pro dan kontra dan banyak komentar – komentar negatif dari masyarakat, tidak jurdil.

SUMBER :
http://news.bisnis.com/read/20140821/15/251346/sengketa-pilpres-seputar-putusan-mk-reaksi-dan-jurus-lain-prabowo-hatta



Tidak ada komentar:

Posting Komentar